Tuesday, June 2, 2009

Menggugah Kesadaran Dengan Surat Al-‘Alaq



Menggugah Kesadaran Dengan Surat Al-‘Alaq
Ber-Iqra, membaca adalah perintah Allah Swt yang pertama. Sebelum perintah meyakini rukun iman dan melaksanakan rukun Islam. Karena, dengan membaca diharapkan dalam memeluk Islam dilakukan dengan penuh kesadaran. Bukan mengikuti tradisi, budaya, lingkungan sosial dan taqlid secara membabi buta kepada panutan tertentu.
Membaca dalam cakupan makna ‘iqra’’ diartikan seluas-luasnya. Baik bacaan yang bersifat tekstual (nash) maupun kontekstual. Bacaan yang tertulis (malfudz), ataupun yang tersirat (malhudz). Membaca ayat-ayat tanziliyyah (Al-Quran), ayat-ayat nafsiyyah (kejiwaan) dan ayat-ayat kauniyah (alam semesta). Karena mencakup pilihan jalan hidup (minhajul hayah), tidak sekedar sarana kehidupan (wasilatul hayah).
Bertitik tolak dari pemikiran diatas, islam bukanlah dogma yang dogmatis. Dan bukan pula berbentuk doktrinasi yang jumud, melainkan konsep yang harus dihayati dengan penuh kesadaran. Islam tidak menghendaki ummatnya menjalankan Islam secara kultural, dan taqlid membabi buta. Islam adalah agama kesadaran. “ Addinu ‘Aqlun, laa diina liman laa ‘aqla lahu”. Islam adalah agama kesadaran, tidak sempurna keislaman seseorang yang tidak dimotivasi dengan kesadaran.
Proses iqra’ itu diharapkan sampai pada sebuah kesadaran akan eksistensi pencipta (Al-Khaliq) dan eksistensi manusia dan alam semesta (Al-Makhluq). Upaya manusia dengan mengoptimalkan kecerdasan fikir dan zikir secara berkesinambungan untuk mengenal Allah begitupula mengenal dirinya dihadapan-Nya akan melahirkan sikap penyerahan diri secara total (tajarrud) kepada Allah Swt. Bahwa kehidupan ini, dalam kedudukan apapun, hanya pengabdian diri kepada-Nya. Lewat suatu pengakuan syahadat tauhid “laa ilaaha illallah” (tidak ada Tuhan yang eksis secara hakiki (wajibul wujud) kecuali Allah Swt. Dari sinilah terjadi perubahan dan penataan ulang (rekonstruksi) secara spektakuler cara pandang, orientasi dan cara bersikap seseorang. Dari proses ini pula yang terjadi pada diri manusia penunggang onta yang berdiam di gurun, berubah menjadi sosok yang memiliki kesiapan untuk menjadi pelopor dunia (ustadziyatul ‘alam).
Katakanlah : Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam (QS. Al-An’am (6) : 162).
Selanjutnya ayat 4 dan 5 menyatakan bahwa Muhammad Saw adalah manusia yang secara langsung dipilih dan dibimbing oleh Allah dengan diturunkannya wahyu kepadanya. Karena itu dua ayat terakhir dari Surat Al-Alaq mengantarkan kita untuk bersyahadat dengan Rasulullah Saw.
Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Quran karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya[*]. Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian, sesungguhnya atas tanggungan Kamilah penjelasannya (QS. Al-Qiyamah (75) : 16-19).
[*] Maksudnya : Nabi Muhammad s.a.w. dilarang oleh Allah menirukan bacaan Jibril a.s. kalimat demi kalimat, sebelum Jibril a.s. selesai membacakannya, agar beliau dapat menghafal dan memahami betul-betul ayat yang diturunkan itu.
Demikianlah, makna surat pertama yang diturunkan dalam Al-Quran. Yaitu surat Al-‘Alaq : 1-5.
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam[baca tulis], Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya (QS. Al-‘Alaq (96) : 1-5).

No comments:

Post a Comment